Berbagai survei mutakhir menunjukkan kepercayaan publik terhadap partai politik memudar karena perilaku kader partai yang korup dan tidak peduli pada aspirasi konstituen (Kompas, 4/2).
Salah satu cara memulihkan kepercayaan itu adalah melibatkan anggota partai memilih bakal calon dari sejumlah calon yang disiapkan dan diseleksi pengurus.
Partai politik peserta Pemilu 2014 memiliki tiga persamaan.
Pertama, persyaratan menjadi calon anggota DPR dan DPRD yang diterapkan merupakan kombinasi dua atau lebih syarat yang pada dasarnya mencari calon yang berpeluang besar mendulang suara.
Persyaratan itu: popularitas (tingkat pengenalan pemilih terhadap calon), elektabilitas (kehendak pemilih memilih calon), integritas calon (kesesuaian perilaku calon dengan norma masyarakat dan kejujuran calon), dana kampanye (kemampuan keuangan calon memobilisasi dukungan pemilih), pengabdian kepada partai, kadar komitmen ideologi partai, tingkat pendidikan, serta dukungan organisasi partai dan tim pendamping memobilisasi dukungan pemilih (Kompas, 29/1, halaman 2 dan Kompas, 31/1, halaman 2).
Kedua, yang menyeleksi bakal calon anggota DPR dan DPRD adalah tim seleksi yang dibentuk oleh kepengurusan partai tingkat pusat, tingkat provinsi, dan tingkat kabupaten/kota. Namun, yang menetapkan daftar calon dan nomor urutnya adalah pengurus partai tingkat pusat untuk daftar bakal calon anggota DPR, pengurus partai tingkat provinsi untuk daftar bakal calon anggota DPRD provinsi dan daftar bakal calon anggota DPRD kabupaten/ kota setelah mendapat persetujuan pengurus pusat.
Partisipasi anggota
Barang tentu terdapat variasi antarpartai dalam metode yang digunakan tim seleksi untuk menyeleksi bakal calon yang tak akan disebutkan di sini. Ketiga, sama sekali tak ada keterlibatan anggota partai dalam proses seleksi calon.
Poin yang diabaikan partai inilah fokus tulisan ini.
Salah satu bentuk demokratisasi partai politik secara internal adalah partisipasi anggota partai dalam seleksi calon anggota lembaga legislatif dan seleksi calon kepala pemerintahan, baik pada tingkat nasional maupun tingkat lokal. Derajat partisipasi pemilih dalam seleksi calon dapat dipilah jadi beberapa tingkat dalam spektrum inklusif dan eksklusif: pemilihan pendahuluan terbuka, pemilihan pendahuluan tertutup, kaukus lokal, konvensi partai, serta seleksi dan penetapan oleh pengurus.
Pandangan lain menempatkan kelima kategori ini dalam spektrum derajat partisipasi-derajat sentralisasi. Yang berhak memberikan suara pada pemilihan pendahuluan terbuka tidak hanya anggota partai yang mengadakan pemilihan calon, tetapi juga pemilih terdaftar lainnya, baik berstatus anggota partai lain maupun yang independen. Karena itu, pemilihan pendahuluan terbuka merupakan seleksi kandidat yang paling inklusif atau derajat partisipasi yang paling tinggi.
Yang memberikan suara pada pemilihan pendahuluan tertutup hanya anggota partai yang mengadakan pemilihan calon itu. Yang memberikan suara pada kaukus hanyalah anggota partai yang mengadakan pemilihan calon, tetapi didahului diskusi dan perdebatan, baik antaranggota maupun antara calon dan anggota, tentang kebijakan yang akan diperjuangkan sang bakal calon. Pada pemilihan pendahuluan suara diberikan oleh pemilih secara rahasia, sedangkan pada kaukus suara diberikan pemilih secara terbuka kepada calon yang dikehendaki.
Yang hadir dan yang berhak memberikan suara pada konvensi partai tingkat lokal ataupun nasional adalah delegasi yang dipilih anggota partai yang mengadakan pemilihan calon itu. Nama-nama calon diseleksi dan diajukan partai. Pemberian suara didahului diskusi dan perdebatan antara delegasi dan calon ataupun antardelegasi tentang kebijakan yang akan diperjuangkan calon.
Yang menentukan bakal calon pada tingkat yang kelima adalah pengurus inti partai berdasarkan rekomendasi tim seleksi yang dibentuk pengurus pusat dan pengurus daerah. Karena itu, seleksi dan penetapan oleh pengurus partai merupakan seleksi kandidat yang paling eksklusif karena sama sekali tak melibatkan anggota partai. Kategori kelima ini juga menempati derajat sentralisasi paling tinggi.
Partai politik peserta pemilu di Indonesia termasuk kategori seleksi kandidat yang paling eksklusif dan sentralistik.
Fungsi khas partai
Mengapa seleksi calon yang melibatkan anggota partai begitu penting dalam demokrasi?
Menurut Richard S Katz (2001), seleksi calon merupakan salah satu fungsi khas partai dalam demokrasi. Ini tidak hanya karena seleksi calon untuk bersaing pada pemilu merupakan salah satu fungsi yang membedakan partai politik dari organisasi lain yang mungkin berupaya memengaruhi baik hasil pemilu maupun keputusan yang akan diambil pemerintah, tetapi juga karena calon yang dinominasikan memainkan peran penting menentukan wajah partai yang bersangkutan di depan publik.
Calon sebagai orang dan sebagai peran melaksanakan setidak-tidaknya empat fungsi dalam partai politik kontemporer sebagai organisasi dan dalam demokrasi kontemporer sebagai sistem tata kelola pemerintahan.
Pertama, calon partai itulah yang menggambarkan wajah partai pada pemilu. Secara kolektif para calon itu memperlihatkan dimensi demografis, geografis, dan ideologis partai yang bersangkutan. Calon partai itulah yang lebih banyak menggambarkan wajah partai kepada publik, baik pada saat pemilu maupun setelah terpilih menjadi pejabat publik.
Kedua, calon adalah hasil perekrutan, sedangkan pencalonan adalah salah satu jalur perekrutan bagi keanggotaan partai untuk jabatan publik. Begitu terpilih, sang calon menempati posisi penting, baik dalam partai maupun dalam pemerintahan, baik secara simbolik dan seremonial maupun secara aktual. Ketiga, ketika terpilih, calon yang telah jadi wakil rakyat itu tak hanya mencerminkan partai secara kolektif, tetapi juga mewakili daerah pemilihan tertentu. Karena mewakili daerah pemilihan tertentu, sang wakil memiliki keterikatan dengan warga lokal yang tinggal di daerah pemilihan itu.
Keempat, pencalonan memiliki makna yang penting karena tekanan, pengaruh, dan kekuasaan yang dapat digunakan oleh calon, bahkan pengaruhnya lebih besar lagi apabila terpilih.
Karena itu, partisipasi para anggota partai dalam penentuan calon partai menjadi suatu keharusan.
Hazan dan Rahat (2010) memandang metode seleksi calon sebagai komponen penting dalam demokrasi partai secara internal.
Pertama, calon merupakan salah satu aktor utama yang menentukan arah kegiatan partai politik sehingga jadi salah satu pemegang kekuasaan dalam partai.
Kedua, seleksi calon juga merupakan komponen utama memahami evolusi berbagai model organisasi partai yang berbeda.
Ketiga, seleksi calon juga memengaruhi faktor luar partai: pilihan yang dihadapi pemilih, komposisi badan legislatif, kohesi fraksi-fraksi di parlemen, kepentingan yang menonjol dalam perdebatan kebijakan, dan produk legislatif.
Seleksi calon partai merupakan komponen kunci praktik demokrasi modern sehingga wajib dipertimbangkan dalam menilai apakah negara secara luas sudah demokratis atau belum. Apakah seleksi kandidat merupakan ranah partai politik atau ranah negara? Niscayalah ranah negara sehingga perlu diatur melalui undang-undang.
(Ramlan Surbakti Guru Besar Perbandingan Politik pada FISIP Universitas Airlangga)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar