Para pemimpin sekarang maupun generasi pewaris bangsa ini mesti belajar dari sejarah masa lalu. Bahwa apa yang terjadi sekarang bukanlah sesuatu yang datangnya tiba-tiba, melainkan dari sebuah proses panjang. Untuk bertindak lebih bijak,maka kita perlu mengetahui dan memahami apa proses-proses tersebut. Untuk itu selayaknya kita menginput pengetahuan tentang kejadian-kejadian yang dialami para tokoh pemimpin bangsa ini yang terekam dalam buku 'Wawancara Imajiner Dengan Bung Karno' yang ditulis oleh Christianto Wibowo. Rekaman mulai awal jaman kemerdekaan sampai kondisi Indonesia terakhir tentang sejarah politik dan ekonomi Indonesia yang patut disimak untuk diteladani maupun dijadikan cermin tentang prilaku berbangsa dan bernegara.
Seberapa banyak dari kita yang tahu cerita apa yang terjadi pada awal masa kemerdekaan Indonesia. begitu banyak buku-buku Sejarah mulai dari bangku sekolah maupun sekarang menceritakan bagaimana sosok Soekarno dan rekan-rekan seperjuangan mendirikan dan memperjuangkan keberadaan Indonesia. Soekarno, adalah satu-satunya Presiden Indonesia yang pernah berpengaruh di dunia nasional maupun internasional pada masanya. Kewibawaan serta kepandaiannya berorasi memikat perhatian khalayak dalam negeri maupun luar negeri. Sikap politiknya yang keras terhadap Amerika dan Malaysia, namun lembek terhadap Partai Komunis dan ABRI, membuat orang-orang hingga saat ini masih penasaran dan ingin tahu bagaimana pemikiran-pemikiran Soekarno.
Kehidupan bernegara meliputi kehidupan politik,ekonomi, sosial,budaya. Namun, sebagai warga negara, adakah kita mau tahu atau peduli tentang apa yang terjadi di negeri ini? Apakah sesuatu hal yang biasa bila kita melihat korban hampir seribu orang saat terjadi mudik nasional, atau perilaku korupsi para penyelenggara negara yang sepertinya mendapat perlakuan istimewa dibanding maling ayam. Entahlah apa yang dipikirkan para pemimpin bangsa saat ini. Namun,Soekarno pada masanya pernah menghentikan operasi Budhi yang dilakukan Jenderal Nasution terhadap institusi TNI yang disinyalir melakukan praktek korupsi saat menasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda menjadi perusahaan negara. Artinya saat itu, Soekarno tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi. Namun, bila mencermati kondisi saat itu, Soekarno mengalami posisi dilematis. Ia sedang mencari keseimbangan antara dua kekuatan besar di Indonesia saat itu: TNI dan PKI. Pelemahan salah satunya akan menyebabkan cita-cita Soekarno tidak tercapai.
Berbagai peristiwa yang sangat kompleks mulai dari pembentukan negara ini hingga sekarang adalah peristiwa bersejarah. Melalui tokoh mertua SBY, Sarwo Edhie Wibowo, Christianto mengatakan bahwa elite yang memimpin negara ini harus belajar dari sejarah untuk tidak mengulangi kesalahan dan kekeliruan yang bisa berakibat fatal bagi bangsa dan negara dalam jangka menengah, dan panjang.
Berbagai peristiwa yang sangat kompleks mulai dari pembentukan negara ini hingga sekarang adalah peristiwa bersejarah. Melalui tokoh mertua SBY, Sarwo Edhie Wibowo, Christianto mengatakan bahwa elite yang memimpin negara ini harus belajar dari sejarah untuk tidak mengulangi kesalahan dan kekeliruan yang bisa berakibat fatal bagi bangsa dan negara dalam jangka menengah, dan panjang.
Berikut contoh ungkapan dari beberapa tokoh imajiner tersebut:
Soeharto: "Saya akan menghadapi Mahkamah Internasional, Pak (Bung Karno,red). Saya akan mengungkapkan bahwa dalam tragedi The Rape of Jakarta May 1998 itu pelbagai faktor dan pemain intel kelas global telah mengail di air keruh. Tapi, terutama yang menjadi Ken Arok satu sama lain adalah inner circle saya sendiri. Wakil Presiden Habibie punya skenario sendiri untuk naik menggantikan saya. Menantu saya malah dimaki berkhianat oleh adik iparnya (Mamiek Soeharto). Wiranto saya beri Supersemar versi Mei 98, eh malah mendukung Habibie."
"Setelah lengser dan menjadi mantan manusia, saya lebih menghargai lawan politik seperti Ali Sadikin dan Benny Moerdani yang terang-terangan berani mengkritik saya di depan umum, ketimbang para Ken Arok yang dimasa saya jaya, menjilati secara memuakkan dan pada saat terakhir mengkhianati saya dengan pola Ken Arok dan Brutus."
Sarwo Edhie Wibowo: "Saya sudah merangkul, memaafkan, serta mengubur permusuhan dan kebencian masa lalu. Saya telah merangkul putra D.N. Aidit dan menyematkan penghargaan pencinta lingkungan. No heartfeeling dan dendam untuk dosa masalalu, karena seperti Bung Karno ungkapkan, kita semua bukan nabi, bukan malaikat,tapi manusia biasa dengan hasrat syahwat kekuasaan yang terkadang kembali ke era primitive zero sum game."
Soeharto: "Saya akan menghadapi Mahkamah Internasional, Pak (Bung Karno,red). Saya akan mengungkapkan bahwa dalam tragedi The Rape of Jakarta May 1998 itu pelbagai faktor dan pemain intel kelas global telah mengail di air keruh. Tapi, terutama yang menjadi Ken Arok satu sama lain adalah inner circle saya sendiri. Wakil Presiden Habibie punya skenario sendiri untuk naik menggantikan saya. Menantu saya malah dimaki berkhianat oleh adik iparnya (Mamiek Soeharto). Wiranto saya beri Supersemar versi Mei 98, eh malah mendukung Habibie."
"Setelah lengser dan menjadi mantan manusia, saya lebih menghargai lawan politik seperti Ali Sadikin dan Benny Moerdani yang terang-terangan berani mengkritik saya di depan umum, ketimbang para Ken Arok yang dimasa saya jaya, menjilati secara memuakkan dan pada saat terakhir mengkhianati saya dengan pola Ken Arok dan Brutus."
Sarwo Edhie Wibowo: "Saya sudah merangkul, memaafkan, serta mengubur permusuhan dan kebencian masa lalu. Saya telah merangkul putra D.N. Aidit dan menyematkan penghargaan pencinta lingkungan. No heartfeeling dan dendam untuk dosa masalalu, karena seperti Bung Karno ungkapkan, kita semua bukan nabi, bukan malaikat,tapi manusia biasa dengan hasrat syahwat kekuasaan yang terkadang kembali ke era primitive zero sum game."
Pada dasarnya tidak ada kata berhenti untuk belajar, meski jenjang akademis sudah kita lalui. Ada hal-hal yang terus menerus kita pelajari selama hidup, yaitu hidup itu sendiri yang mengajar unutk menjadi bijaksana. Dari buku ini terlihat bahwa tokoh-tokoh imajiner yang diciptakan oleh Christianto seperti Bung Karno, Bung Hatta, Amir Sjarifuddin, Soedjatmoko, Natsir, Wilopo, AH Nasution, Tan Malaka, Gus Dur, Soeharto menceritakan suasana maupun isi hati mereka saat mereka 'hidup' dulu.
Membaca tulisan-tulisan wawancara tersebut memang memudahkan kita untuk memahami apa permasalahan yang terjadi serta mencoba menafsirkan kembali keadaan tersebut. Meski hanyalah wawancara imajiner, namun itu sangat membantu memberi gambaran global, yang pada hakekatnya seharusnya dikritisi kembali. Karena bagaimanapun,itu adalah dari sudut pandang seorang Christianto yang mungkin luput menambahkan fakta-fakta terkait, untuk dipergunakan sebagai acuan hidup berbangsa kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar