Mandiriyes


peluang bisnis online jangka pendek dan jangka panjang

Kamis, 03 Oktober 2013

"Quovadis Mahkamah Konstitusi? Menyedihkan.... Sekaligus mempermalukan bangsa,"

Mahkamah Konstitusi  sebagai lembaga tinggi negara yang diharapkan menjadi garda terdepan pengawal tertinggi konstitusi sekarang sudah tidak bisa diharapkan lagi.
Keputusan MK di republik ini bersifat  final dan mengikat. Kalau lembaganya diisi oleh orang-orang yang tidak amanah, bagaimana nasib hukum peradilan di Indonesia
MK sudah jatuh, terjerembab, hancur, dan tak bisa dipercaya lagi. 
Berharap MK dibubarkan saja. Tapi  tak bisalah berkata seperti itu karena adanya MK itu merupakan salah satu perintah konstitusi.  Tetapi saat ini  negeri ini seperti sudah tidak punya harapan untuk menegakkan hukum dan konstitusinya. 


Komentar2 bernada syok, prihatin dan sinis tidak kurang kurang terlontar dari semua lini masyarakat. Masyarakat semakin susah untuk mempercayai lembaga peradilan, setelah cukup lama Mahkamah Agung (MA) coreng moreng dengan banyaknya hakim yang melakukan tindakan tidak terpuji. Sekarang hakim MK terlibat kasus suap, yang nota bene malahan ketuanya. Semakin runtuhlah wibawa peradilan di negeri kita 

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di komplek perumahan Widya Chandra III, Jakarta. Salah satu orang yang ikut dibawa dalam OTT itu adalah Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar.
Kasus ini menunjukkan hukum sudah terbeli dan tidak ada lagi panutan di negeri ini, 

Selain itu adanya penangkapan itu menunjukkan bahwa mafia dan praktik mafia sudah masuk begitu jauh dalam kehidupan elit dan pejabat tinggi negara. 

Memiliki jabatan tinggi dengan gaji puluhan juta berkisar Rp 30 juta hingga Rp 40 juta per bulan (tergantung banyaknya sidang perkara), tunjangan sekitar Rp 200 ribu X 5 kali sidang perhari
 sepertinya masih belum cukup. Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar ditangkap KPK karena diduga menerima suap Rp 3 miliar dari pihak berperkara yang ditanganinya.

Akil Mochtar adalah Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di rumah dinasnya di Jalan Widya Chandra 3 No 7, Jakarta Selatan, Rabu, 3 Oktober 2013 malam. Dia ditangkap dengan dugaan menerima suap terkait pelaksanaan pemilu kepala daerah di salah satu kabupaten di Kalimantan Tengah.
Pria yang lahir pada 18 Oktober 1960 di Putussibau, ibu kota kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, ini pernah berkomentar sangat keras ihwal beberapa kasus korupsi yang terjadi di Indonesia. Seolah-olah dirinya berintegritas penuh dalam hal keteguhan, kesucian dan kapabilitasnya sebagai ahli hukum dan penanganan hukum di negeri ini. 
Ini beberapa kutipan Akil Mochtar:
- "Saya atau dia yang masuk penjara. " Akil Mochtar tentang Refly Harun, pengacara yang menulis kolom adanya jual beli putusan di Mahkamah Konstitusi, 10 Desember 2010.
- "Ini ide saya, dibanding dihukum mati, lebih baik dikombinasi pemiskinan dan memotong salah satu jari tangan koruptor saja cukup." Akil Mochtar di Jakarta, 12 Maret 2012
- "Kalau saya bukan orang independen, kalau saya orang yang bisa disetir atau diintervensi oleh kekuatan-kekuatan lain, tidak mungkin tujuh orang (hakim) itu pilih saya. Memangnya mereka bodoh. Mereka hakim-hakim yang berpengalaman, beberapa guru besar malah." Akil Mochtar tentang gosip miring perihal dirinya, 5 April 2013.
- "Wak (ayah) saya itu mengajarkan tidak dengan omongan, tapi dengan perilaku." (Dikutip dari profil Akil Mochtar di situs Mahkamah Konstitusi).
Suap dan gratifikasi saat ini begitu menjadi hal yang fenomenal di negeri ini, ekskalasinya meluas tidak saja berawal dari para wakil rakyat (yang sampai sekarang masih menjadi PR besar di negara ini - terutama di daerah2), pun garda terdepan yang diharapkan bisa dan mampu meredam gejolak negatif tersebut ternyata juga tidaklah bisa diharapkan. Integritas keilmuan saja tentu tidak cukup untuk mengupas habis masalah negatif bangsa ini. Tetapi yang sangat dibutuhkan adalah integritas moral yang bisa bersinergi dengan keilmuan yang dimiliki. Lebih dari itu pun tetap saja dibutuhkan wadah aspirasi yang bisa mendukung terjaminnya penegakan hukum negeri ini, yang secara kasat mata mempunyai track record bersih dan terukur, serta  komitmennya, dan yang paling penting adalah integritasnya, kecintaan kepada bangsa dan negara.
Terlepas dari hal itu, kita harus tetap memberi apresiasi kepada para penyidik polri yang bekerja di KPK yang sudah berani dan bersikap profesional melakukan operasi tangkap tangan terhadap ketua MK. 
Operasi tersebut menunjukkan sikap konsisten para penyidik polri di KPK dalam memberantas korupsi dan melakukan penegakan supremasi hukum. 
 Saat ini tinggal KPK yang secara institusional bisa dipercaya
Semoga kasus ini menjadi tonggak bagi para penyidik polisi dan KPK untuk melakukan operasi tangkap tangan lagi di lembaga-lembaga tinggi negara agar ada efek jera bagi para pejabat yang hendak bermain-main dengan korupsi. Dan memberikan jaminan masa depan yang bersih terhadap anak cucu kita kedepan. Wallahualam...........
Sumber : Tempo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bersumber dari : http://www.abyfarhan.com/2013/01/cara-membuat-like-box-facebook-melayang_4.html#ixzz2PMSpJU00 Follow us: @aby_farhan on Twitter